Blogger Widgets

counters

Jumat, 27 Februari 2015

BAB II TINJAUAN PUSTAKA



BAB II

TINJAUAN PUSTAKA


A.       Pengertian dan Tujuan Manajemen Kelas
1.        Pengertian Manajemen Kelas
 Secara etimologis, kata manajemen merupakan terjemahan dari kata management (bahasa inggris). Kata management sendiri berasal dari kata manage atau magire yang berarti melatih kuda dalam melangkahkan kakinya. Dalam pengertian manajemen, terkandung dua kegiatan, yakni kegiatan  pikir (mind) dan kegiatan tindaklaku (action).[1] Arti dari manajemen itu sendiri adalah pengelolaan, penyelenggaraan, ketatalaksanaan penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai tujuan atau sasaran yang diinginkan.[2]
Maka jelaslah bahwa manajemen adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama oleh dua orang atau lebih yang didasarkan atas aturan tertentu dalam rangka mencapai tujuan.[3]  Dua orang atau lebih yang bekerja sama tersebut, karena adanya aturan-aturan tertentu, ada yang berfungsi sebagai manajer dan ada yang dimanajerinya. Orang yang mengelola pekerjaannya tetapi tidak dengan menggunakan tangannya sendiri melainkan tangan orang lain dinamakan manajer. Sementara itu, ada pula orang yang dimanajemeni dalam bekerja dengan menggunakan tangan sendiri. Dalam bekerja tersebut, baik yang menjadi manajernya maupun yang dimanaj, dapat mendayagunakan prasarana dan sarana yang tersedia.
Sebelum penulis membahas tentang manajemen kelas, alangkah baiknya mengetahui terlebih dahulu apa pengertian daripada kelas itu sendiri. Di dalam didaktik terkandung suatu pengertian umum mengenai kelas, yaitu sekelompok siswa pada waktu yang sama menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama pula.
Hadari Nawawi memandang kelas dari dua sudut yakni:
a.    Kelas dalam arti sempit: ruangan yang dibatasi oleh empat dinding tempat sejumlah siswa berkumpul untuk mengikuti proses belajar mengajar. Kelas dalam pengertian tradisional ini, mengandung  sifat statis karena sekedar menunjuk pengelompokkan siswa menurut tingkat perkembangannnya, antara lain berdasarkan umur kronologis masing-masing.  

b.    Kelas dalam arti luas : suatu masyarakat kecil yang merupakan bagian dari masyarakat sekolah yang sebagai kesatuan menjadi unit kerja yang secara dinamis menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar yang kreatif untuk mencapai suatu tujuan.[4]
  
Jadi, dapat diambil kesimpulan bahwa kelas diartikan sebagai ruangan belajar atau rombongan belajar, yang dibatasi oleh empat dinding atau tempat siswa belajar, dan tingkatan (grade). Dapat juga dipandang sebagai kegiatan belajar yang diberikan oleh guru dalam suatu tempat, ruangan, tingkat dan waktu tertentu.[5]
Setelah berbicara tentang pengertian dari manajemen dan kelas di atas, maka di bawah ini para ahli pendidikan mendefinisikan manajemen kelas antara lain, Hadari Nawawi berpendapat bahwa:
Manajemen kelas diartikan sebagai kemampuan guru atau wali kelas dalam mendayagunakan potensi kelas berupa pemberian kesempatan yang seluas-luasnya pada setiap personal untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang kreatif dan terarah, sehingga waktu dan dana yang tersedia dapat dimanfaatkan secara efisien untuk melakukan kegiatan-kegiatan kelas yang berkaitan dengan kurikulum dan perkembangan murid.[6]

Sudarwan  Danim mendefinisikan manajemen kelas yaitu:

Manajemen kelas adalah proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi yang dilakukan oleh guru, baik individual maupun dengan atau melalui orang lain (semisal dengan sejawat atau siswa sendiri) untuk mengoptimalkan proses pembelajaran. Kata perencanaan di sini merujuk pada perencanaan pembelajaran dan unsur-unsur penunjangnya.[7]

Dari uraian di atas jelas bahwa program kelas akan berkembang bilamana guru mendayagunakan secara optimal potensi kelas yang terdiri dari tiga unsur yaitu: guru, siswa dan proses atau dinamika kelas.
Johanna Kasim Lemlech, dalam buku Cecep Wijaya dan A. Tabrani Rusyan mengatakan bahwa:
Classroom management is the orchestration of classroom life: planning curriculum, organizing procedures and resources, arranging the environment to maximize efficiency; monitoring student progress, anticipating potential problems.”[8]

Terjemahnya:
Manajemen kelas adalah usaha dari pihak guru untuk menata kehidupan kelas dimulai dari perencanaan kurikulumnya, penataan prosedur dan sumber belajarnya, pengaturan lingkungannnya untuk mengoptimalkan efisiensi pembelajaran.

2.             Tujuan Manajemen Kelas
Tujuan manajemen kelas pada hakikatnya telah terkandung dalam tujuan pendidikan. Secara umum tujuan manajemen kelas adalah penyediaan fasilitas bagi bermacam-macam kegiatan belajar siswa dalam lingkungan sosial, emosional dan intelektual dalam kelas.
Studi manajemen mempunyai tiga sasaran pokok:
1.    Perencanaan kurikulum yang lengkap mulai dari rumusan tujuan, bahan pengajaran sampai pada evaluasi, hal ini dilakukan karena tanpa perencanaan usaha penataan kelas sulit mencapai hasil yang maksimal;
2.    Pengorganisasian proses belajar mengajar dan sumber belajar sehingga serasi dan bermakna;
3.    Penataan lingkungan sangat dibutuhkan agar bisa menjadi usaha guru dalam menata kelas agar kelas menjadi merangsang dan penuh akan motivasi untuk memunculkan proses belajar mengajar yang efektif dan efisien.[9]

Secara umum manajemen kelas dimanfaatkan untuk menciptakan kondisi dalam kelompok kelas yang berupa lingkungan kelas yang baik, yang dapat memungkinkan siswa berbuat sesuai dengan kemampuannya. Penerapan manajemen kelas produknya dinamis sesuai dengan tujuan-tujuan yang hendak dicapai. Adapun tujuan manajemen kelas antara lain:
1.    Agar pengajaran dapat dilakukan secara maksimal sehingga tujuan pengajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien;
2.    Untuk memberi kemudahan dalam usaha memantau kemajuan siswa dalam pelajarannya;
3.    Untuk memberi kemudahan dalam mengangkat masalah-masalah penting untuk dibicarakan di kelas untuk perbaikan pengajaran pada masa mendatang.[10]

Sedangkan Suharsini Arikunto dalam buku Djamarah dan Aswan Zain, mengatakan bahwa tujuan manajemen kelas adalah “agar setiap anak di kelas itu dapat bekerja dengan tertib sehingga segera tercapai tujuan pengajaran secara efektif dan efisien”.[11] Sebagai indikator dalam sebuah kelas yang tertib apabila:
1.    Sikap anak terus bekerja, tidak macet artinya tidak ada anak yang terhenti karena alasan tidak tahu akan tugas yang harus dilakukan atau tidak dapat melakukan tugas yang diberikan kepadanya.
2.    Setiap anak terus melakukan pekerjaan tanpa membuang waktu, artinya setiap anak akan bekerja secepatnya agar lekas menyelesikan tugas yang diberikan kepadanya. Apabila ada anak yang walaupun tahu dan dapat melaksanakan tugasnya, tetapi mengerjakannya kurang bergairah dan mengulur waktu bekerja, maka kelas tersebut dikatakan tidak tertib.[12]

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan manajemen kelas adalah untuk menciptakan kondisi suatu kelas menjadi lingkungan belajar yang baik sehingga tujuan pengajaran dapat tercapai dengan baik pula. Sedangkan tujuan manajemen kelas itu merupakan faktor demi tercapainya tujuan pengajaran.
B.       Prinsip dan Aspek Manajemen Kelas
Secara umum faktor yang mempengaruhi manajemen kelas dibagi menjadi dua golongan yaitu, faktor intern dan faktor ekstern siswa. Faktor intern siswa berhubungan dengan masalah emosi, pikiran, dan perilaku. Kepribadian siswa dengan ciri-ciri khasnya masing-masing menyebabkan siswa berbeda dari peserta lainnya secara individual. Perbedaan secara individual ini dilihat dari segi aspek yaitu perbedaan biologis, intelektual, dan psikologis.
Faktor ekstern siswa terkait dengan masalah suasana lingkungan belajar, penempatan siswa, pengelompokan siswa, jumlah siswa, dan sebagainya. Masalah jumlah siswa di kelas akan mewarnai dinamika kelas. Semakin banyak jumlah siswa di kelas, misalnya dua puluh orang ke atas akan cenderung lebih mudah terjadi konflik. Sebaliknya semakin sedikit jumlah siswa di kelas cenderung lebih kecil terjadi konflik.[13]
Djamarah menyebutkan “Dalam rangka memperkecil masalah gangguan dalam manajemen kelas dapat dipergunakan.” Prinsip-prinsip manajemen kelas yang dikemukakan sebagai berikut:
1. Hangat dan antusias
Hangat dan Antusias diperlukan dalam proses belajar mengajar. Guru yang hangat dan akrab pada siswa selalu menunjukkan antusias pada tugasnya atau pada aktifitasnya akan berhasil dalam mengimplementasikan pengelolaan kelas.
2. Tantangan
Penggunaan kata-kata, tindakan, cara kerja, atau bahan-bahan yang menantang akan meningkatkan gairah siswa untuk belajar sehingga mengurangi kemungkinan munculnya tingkah laku yang menyimpang.
3. Bervariasi
Penggunaan alat atau media, gaya mengajar guru, pola interaksi antara guru dan siswa akan mengurangi munculnya gangguan, meningkatkan perhatian siswa. Kevariasian ini merupakan kunci untuk tercapainya pengelolaan kelas yang efektif dan menghindari kejenuhan.
4. Keluwesan
Keluwesan tingkah laku guru untuk mengubah strategi mengajarnya dapat mencegah kemungkinan munculnya gangguan siswa serta menciptakan iklim belajar mengajar yang efektif. Keluwesan pengajaran dapat mencegah munculnya gangguan seperti keributan siswa, tidak ada perhatian, tidak mengerjakan tugas dan sebagainya.
5. Penekanan pada hal-hal yang positif
Pada dasarnya dalam mengajar dan mendidik, guru harus menekankan pada hal-hal yang positif dan menghindari pemusatan perhatian pada hal-hal yang negatif. Penekanan pada hal-hal yang positif yaitu penekanan yang dilakukan guru terhadap tingkah laku siswa yang positif daripada mengomeli tingkah laku yang negatif. Penekanan tersebut dapat dilakukan dengan pemberian penguatan yang positif dan kesadaran guru untuk menghindari kesalahan yang dapat mengganggu jalannya proses belajar mengajar.
6. Penanaman Disiplin Diri
Tujuan akhir dari pengelolaan kelas adalah siswa dapat mengembangkan dislipin diri sendiri dan guru sendiri hendaknya menjadi teladan mengendalikan diri dan pelaksanaan tanggung jawab. Jadi, guru harus disiplin dalam segala hal bila ingin siswanya ikut berdisiplin dalam segala hal.[14]

Lois V. Johnson dan Mary Bany dalam buku Sudarwan Danim mengemukakan aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam manajemen kelas, yaitu:
a.       Sifat – sifat kelas; sebagai wahana belajar, kelas memiliki berbagai “varians” yang mempengaruhinya, seperti jumlah siswa, ventilasi, ukuran ruang kelas, kepengapan, kebisingan, teknologi yang tersedia, fasilitas pembelajaran, homogenitas atau heterogenitas siswa di kelas.
b.      Pendorong kekuatan kelas; misalnya kondisi siswa sebagai masukan, iklim interaksi guru dengan siswa, kewibawaan sekolah, dan sebagainya.
c.       Memahami situasi kelas; misalnya pemahaman tentang lingkungan kelas, sumber daya kelas, pencahayaan, kebisingan, dan sebagainya
d.      Mendiagnosis situasi kelas; misalnya kemampuan guru mendiagnosis kemampuan siswa, mempertimbangkan keputusan yang dilematis.
e.       Bertindak selektif; yakni guru tidak gegabah dan pukul rata dalam memberi pertimbangan atau tindakan terhadap siswa.
f.       Bertindak kreatif; yakni guru memberikan peluang kepada siswa untuk membuat keputusan sendiri, mencari terobosan baru dalam disiplin kelas.
g.      Untuk memperbaiki kondisi kelas; misalnya melakukan penyempurnaan atas tata kelas, disiplin siswa, dan sistem pembelajaran.[15]
Dapatlah disimpulkan bahwa manajemen kelas pada akhirnya menunjukkan pada pengaturan siswa, seperti memberi dan melengkapi fasilitas untuk segala macam tugas yang harus dikerjakan siswa serta memelihara agar tugas-tugas dapat berjalan dengan lancar. Disamping itu juga, menunjukkan pada pengaturan fasilitas fisik. Dalam hal pengaturan siswa, dapat dikelompokkan menjadi dua masalah, yaitu masalah individu / perorangan dan masalah kelompok. Untuk dapat melakukan manajemen yang efektif dan tepat, guru harus dapat mengidentifikasi kedua masalah tersebut. Selain itu, masalah yang tidak kalah penting adalah masalah organisasi sekolah. Ketiga masalah tersebut adalah masalah-masalah manajemen siswa dalam arti sempit yang selanjutnya disebut manajemen kelas.[16]
C.       Bentuk Manajemen Kelas Yang Optimal
Manajemen kelas bukanlah masalah yang berdiri sendiri, tetapi terkait dengan berbagai faktor. Permasalahan siswa adalah faktor utama yang dilakukan guru tidak lain adalah untuk meningkatkan kegairahan siswa baik secara berkelompok maupun secara individual. Berikut beberapa bentuk manajemen kelas yang optimal yaitu:
1.    Tempat Duduk Siswa sebagai bentuk Manajemen Kelas
Tempat duduk merupakan fasilitas atau barang yang diperlukan oleh siswa dalam proses pembelajaran terutama dalam proses belajar di kelas di sekolah formal. Tempat duduk dapat mempengaruhi proses pembelajaran siswa, bila tempat duduknya bagus, tidak terlalu rendah, tidak terlalu besar, bundar, persegi empat panjang, sesuai dengan keadaan tubuh siswa. Maka siswa akan merasa nyaman dan dapat belajar dengan tenang.
Bentuk dan ukuran tempat yang digunakan bermacam-macam, ada yang satu tempat duduk dapat di duduki oleh seorang siswa, dan satu tempat yang diduduki oleh beberapa orang siswa. Sebaiknya tempat duduk siswa itu mudah di ubah-ubah formasinya yang disesuaikan dengan kebutuhan kegiatan pembelajaran. Untuk ukuran tempat dudukpun sebaiknya tidak terlalu besar ataupun terlalu kecil sehingga mudah untuk diubah-ubah dan juga harus disesuaikan dengan ukuran bentuk kelas.
Sebenarnya banyak macam posisi tempat duduk yang biasa digunakan di dalam kelas seperti berjejer ke belakang, bentuk setengah lingkaran, berhadapan, dan sebagainga. Biasanya posisi tempat duduk berjejer kebelakang digunakandalam kelas dengan metode belajar ceramah. Dan untuk metode diskusi dapat menggunakan posisi setengah lingkaran atau berhadapan. Dan sebagai alternatif penataan tempat duduk dengan metode kerja kelompok atau bahkan bentuk pembelajaran kooperatif, maka menurut Lie ada beberapa model penataan bangku yang biasa digunakan dalam proses pembelajaran, diantaranya seperti:
a.     Meja tapal kuda, siswa bekelompok di ujung meja
b.     Penataan tapal kuda, siswa dalam satu kelompok ditempatkan berdekatan
c.     Meja Panjang
d.     Meja Kelompok, siswa dalam satu kelompok ditempatkan berdekatan
e.     Meja berbaris, dua kelompok duduk berbagi satu meja[17]

Dalam memilih desain penataan tempat duduk perlu memperhatikan jumlah siswa dalam satu kelas yang kan disesuaikan pula dengan metode yang akan digunakan.
Hal yang tidak boleh dilupakan bahwa dalam penataan tempat duduk siswa tersebut guru tidak hanya menyesuaikan dengan metode pembelajaran yang digunakan saja. Tetapi seorang guru perlu mempertimbangkan karakteristik individu siswa, baik dilihat dari aspek kecerdasan, psikologis, dan biologis siswa itu sendiri. Hal ini penting karena guru perlu menyusun atau menata tempat duduk yang dapat memberikan suasana yang nyaman bagi para siswa.
2.     Penataan Lingkungan Kelas sebagai Bentuk Manajemen Kelas
Penataan lingkungan kelas adalah salah satu upaya yang dilakukan oleh guru dalam manajemen kelas. Karena manajemen kelas yang efektif akan menentukan hasil pembelajaran yang dicapai. Dengan penataan lingkungan kelas yang baik maka diharapkan akan menciptakan kondisi belajar yang kondusif, dan juga menyenangkan bagi siswa.
Hal ini sesuai dengan pendapat Winzer dalam buku Winataputra, bahwa:
 “Penataan lingkungan kelas yang tepat berpengaruh terhadap tingkat keterlibatan dan partisipasi siswa dalam proses pembelajaran. Lebih jauh, diketahui bahwa tempat duduk berpengaruh jumlah terhadap waktu yang digunakan siswa untuk menyelesaikan tugas yang diberikan”.[18]

Sesuai dengan maksud manajemen kelas sendiri bahwa manajemen kelas merupakan upaya yang dilakukan oleh guru dalam menciptakan lingkungan pembelajaran yang kondusif, melalui kegiatan pengaturan siswa dan barang/ fasilitas. Selain itu manajemen kelas dimaksudkan untuk menciptakakan, memelihara tingkah laku siswa yang dapat mendukung proses pembelajaran. Maka dengan demikian manajemen kelas berupa penataan tempat duduk siswa sebagai bentuk manajemen kelas dapat membantu menciptakan proses pembelajaran yang sesuai dengan tujuan.

Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan oleh guru dalam menata lingkungan fisik sebagai bentuk manajemen kelas menurut Loisell dalam buku Winataputra, yaitu:
1. Visibility ( Keleluasaan Pandangan)
Visibility artinya penempatan dan penataan barang-barang di dalam kelas tidak mengganggu pandangan siswa, sehingga siswa secara leluasa dapat memandang guru, benda atau kegiatan yang sedang berlangsung. Begitu pula guru harus dapat memandang semua siswa kegiatan pembelajaran.
2. Accesibility (mudah dicapai)
Penataan ruang harus dapat memudahkan siswa untuk meraih atau mengambil barang-barang yang dibutuhkan selama proses pembelajaran. Selain itu jarak antar tempat duduk harus cukup untuk dilalui oleh siswa sehingga siswa dapat bergerak dengan mudah dan tidak mengganggu siswa lain yang sedang bekerja.
3. Fleksibilitas (Keluwesan)
Barang-barang di dalam kelas hendaknya mudah ditata dan dipindahkan yang disesuaikan dengan kegiatan pembelajaran. Seperti penataan tempat duduk yang perlu dirubah jika proses pembelajaran menggunakan metode diskusi, dan kerja kelompok.
4. Kenyamanan
Kenyamanan disini berkenaan dengan temperatur ruangan, cahaya, suara, dan kepadatan kelas.

5. Keindahan
Prinsip keindahan ini berkenaan dengan usaha guru menata ruang kelas yang menyenangkan dan kondusif bagi kegiatan belajar. Ruangan kelas yang indah dan menyenangkan dapat berengaruh positif pada sikap dan tingkah laku siswa terhadap kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan.[19]
Penyusunan dan pengaturan ruang belajar hendaknya memungkinkan siswa duduk bekelompok dan memudahkan guru bergerak secara leluasa untuk membantu dan memantau tingkah laku siswa dalam belajar.
Dari pernyataan di atas maka salah satu bentuk manajemen kelas yang optimal adalah penatan tempat duduk, serta penataan perabot kelas. Dimana penataan tersebut memperhatikan lingkungan fisik kelas dan juga keanekaragaman karakteristik siswa,  serta mempertimbangkan kesesuaian metode yang digunakan dengan tujuan akhir dari pembelajaran itu sendiri.
Kondisi dan posisi tempat duduk dapat menentukan tingkat aktivitas belajar siswa di kelas. Hal tersebut sebabkan karena tempat duduk yang nyaman akan membantu siswa untuk tenang dalam belajar dan dapat pula menimbulkan gairah belajar siswa.
Keharmonisan hubungan guru dan anak didik, tingginya kerjasama diantara siswa tersimpul dalam bentuk interaksi. Lahirnya interaksi yang optimal bergantung dari pendekatan yang guru lakukan dalam rangka mengoptimalkan manajemen kelas.[20] Berbagai pendekatan tersebut adalah seperti dalam uraian berikut:
1. Pendekatan Kekuasaan
Manajemen kelas diartikan sebagai suatu proses untuk mengontrol tingkah laku siswa. Peranan guru disini adalah menciptakan dan mempertahankan situasi disiplin dalam kelas. Kedisiplinan adalah kekuatan yang menuntut kepada siswa untuk mentaatinya. Di dalamnya ada kekuasaan dan norma yang mengikat untuk ditaati anggota kelas. Melalui kekuasaan dalam bentuk norma itu guru mendekatinya.
2. Pendekatan Ancaman
Pendekatan ancaman atau intimidasi ini, manajemen kelas adalah juga sebagai suatu proses untuk mengontrol tingkah laku siswa. Tetapi dalam mengontrol tingkah laku siswa dilakukan dengan cara memberi ancaman, misalnya melarang, ejekan, sindiran, dan memaksa.

3. Pendekatan Kebebasan (Permisif)
Manajemen diartikan suatu proses untuk membantu siswa agar merasa bebas untuk mengerjakan sesuatu kapan saja dan dimana saja. Peranan guru adalah mengusahakan semaksimal mungkin kebebasan siswa. Namun, pada tingkat yang berlebihan, kebebasan ini menjelma sebagai perilaku guru yang permisif. Kata permisif secara sederhana dapat diartikan sebagai serbaboleh. Bagi siswa yang sudah dewasa, dalam arti berani berbuat dan berani pula bertanggung jawab atas perbuatannya, perilaku bebas itu akan sangat selektif. Sebaliknya, bagi siswa yang belum dewasa (immature level) pemberian kebebasan secara alami dapat menyebabkan dirinya memasuki relung kehidupan deviatif yang berdampak mengerikan secara ekonomi, sosial, dan keselamatannya.
Pendekatan permisif dalam manajemen kelas misalnya, guru memberikan pekerjaan rumah, tetapi siswa diberi kebebasan untuk mengerjakannya atau tidak.[21]
4. Pendekatan Resep
Pendekatan resep (cook book) ini dilakukan dengan memberi satu daftar yang dapat menggambarkan apa yang harus dan apa yang tidak boleh dikerjakan oleh guru dalam mereaksi semua masalah atau situasi yang terjadi di kelas. Dalam daftar itu digambarkan tahap demi tahap apa yang harus dikerjakan oleh guru. Peranan guru hanyalah mengikuti petunjuk seperti yang tertulis dalam resep.
5. Pendekatan Pengajaran
Pendekatan ini didasarkan atas suatu anggapan bahwa dalam suatu perencanaan dan pelaksanaan akan mencegah munculnya masalah tingkah laku siswa, dan memecahkan masalah itu bila tidak dapat dicegah. Pendekatan ini menganjurkan tingkah laku guru dalam mengajar untuk mencegah dan menghentikan tingkah laku siswa yang kurang baik. Peranan guru adalah merencanakan dan mengimplementasikan pelajaran yang baik.
6. Pendekatan Perubahan Tingkah Laku
Manajemen kelas diartikan sebagai suatu proses untuk mengubah tingkah laku siswa. Peranan guru adalah mengembangkan tingkah laku siswa yang baik, dan mencegah tingkah laku yang kurang baik. Pendekatan berdasarkan perubahan tingkah laku (behavior modification approach) ini bertolak dari sudut pandangan psikologi behavioral yang mengemukakan asumsi sebagai berikut:
1. Semua tingkah laku yang baik dan yang kurang baik merupakan hasil proses belajar. Asumsi ini mengharuskan wali/guru kelas berusaha menyusun program kelas dan suasana yang dapat merangsang terwujudnya proses belajar yang memungkinkan siswa mewujudkan tingkah laku yang baik menurut ukuran norma-norma yang berlaku dilingkungan sekitarnya


2. Didalam proses belajar terdapat proses psikologis yang fundamental berupa penguatan positif (positive reinforcement), hukuman, penghapusan (extinction) dan penguatan negatif (negative reinforcement). Asumsi ini mengharuskan seorang wali/guru kelas melakukan usaha-usaha mengulang-ulangi program atau kegiatan yang dinilai baik (perangsang) bagi terbentuknya tingkah laku tertentu, terutama dikalangan siswa.[22]

Contoh yang dapat disajikan dalam pendekatan perubahan tingkah laku adalah; siswa yang nakal memperoleh bimbingan khusus secara rutin. Bimbingan ini dapat pula dilakukan dengan bekerja sama dengan orang tuanya hingga siswa itu terbiasa dengan kehidupan yang tertib.
7. Pendekatan Iklim Sosio-Emosional
Pendekatan iklim sosio-emosional dalam manajemen kelas dipandang sebagai proses menciptakan suasana sosio-emosional yang positif dalam kelas. Asumsi dasar pandangan ini adalah proses pembelajaran di kelas akan berkembang secara maksimal manakala iklim positif tercipta. Iklim positif itu tercipta manakala terjadi hubungan interpersonal yang kondusif antara guru dan siswa dan siswa dan siswa. Termasuk hubungan yang kondusif antara guru dengan tata usaha dan siswa dengan tata usaha sekolah. Dalam makna luas hubungan itu mencakup interaksi yang kondusif antara warga sekolah dengan warga sekitar dan orang tua siswa.
Peran guru sangat sentral di sini, terutama dalam hal membina dan mengembangkan suasana atau iklim sosio-emosional kelas yang positif melalui penumbuhan hubungan interpersonal yang sehat dan dinamis, penuh kasih sayang, dan tanpa prasangka. Masing-masing orang yang tergabung dalam konteks kelas berusaha mengembangkan toleransi, saling pengertian, dan empati. Uraian ini menegaskan bahwa manajemen kelas merupakan seperangkat kegiatan guru (teacher activities) untuk membina dan mengembangkan hubungan interpersonal yang baik dan iklim sosio-emosional kelas yang positif atau kondusif di sini mengandung makna bahwa masing-masing pihak mampu mengambil manfaat dan keuntungan dari suasana sosio-emosional yang dikembangkan. Sebagai contoh dari upaya menciptakan iklim sosio-emosional; ketentuan pakaian seragam, yang sama bentuk dan mutu bahan. Pakaian seragam merupakan identitas sekolah, bahkan identitas kelas. Dengan pakaian seragam, tidak ada siswa yang boleh seenaknya tampil menggunakan pakaian mewah. Pakaian seragam itu berwarna sama, berkualitas sama dan desainnya sama.[23]
8. Pendekatan Kerja Kelompok  
Pendekatan kerja kelompok ini, peran guru adalah mendorong perkembangan dan kerja sama kelompok. Manajemen kelas dengan proses kelompok memerlukan kemampuan guru untuk menciptakan kondisi-kondisi yang memungkinkan kelompok menjadi kelompok yang produktif, dan selain itu guru harus pula dapat menjaga kondisi itu agar tetap baik. Untuk menjaga kondisi kelas tersebut guru harus dapat mempertahankan semangat yang tinggi, mengatasi konflik, dan mengurangi masalah-masalah pengelolaan.
Pendekatan ini mengharuskan seorang guru dalam manajemen kelas selalu mengutamakan kegiatan yang mengikutsertakan seluruh personal kelas yang diarahkan kepada kegiatan kelompok atau bersama, kemudian guru membina dan mengaktifkan siswa dalam kegiatan kelompok agar hasilnya lebih baik.
9. Pendekatan Elektis atau Pluralistik
Pendekatan elektis (electic approach) ini menekankan pada potensialitas, kreatifitas, dan inisiatif  wali atau guru kelas dalam memilih berbagai pendekatan tersebut berdasarkan situasi yang dihadapinya. Penggunaan pendekatan itu dalam suatu situasi mungkin dipergunakan salah satu dan dalam situasi lain mungkin harus mengkombinasikan dan atau ketiga pendekatan tersebut. Pendekatan elektis disebut juga pendekatan pluralistik, yaitu pengelolaan kelas yang berusaha menggunakan berbagai macam pendekatan yang memiliki potensi untuk dapat menciptakan dan mempertahankan suatu kondisi memungkinkan proses belajar mengajar berjalan efektif dan efisien.[24]
Guru memilih dan menggabungkan secara bebas pendekatan tersebut sesuai dengan kemampuan dan selama maksud dan penggunaannnya untuk pengelolaan kelas disini adalah suatu set (rumpun) kegiatan guru untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi kelas yang memberi kemungkinan proses belajar mengajar berjalan secara efektif dan efisien.
D. Peran Guru Dalam Manajemen Kelas
Kondisi belajar yang optimal dapat tercapai jika guru mampu mengatur siswa dan sarana pengajaran serta mengendalikannya dalam suasana yang menyenangkan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Juga hubungan interpersonal yang baik antara guru dan siswa, siswa dengan siswa, itu merupakan syarat keberhasilan manajemen kelas. Manajemen kelas yang efektif merupakan prasyarat mutlak bagi terjadinya proses belajar mengajar yang efektif.
Seorang guru berperan sebagai manajemen pembelajaran (learning manager), guru hendaknya mampu mengelola kelas sebagai lingkungan belajar serta merupakan aspek dari lingkungan sekolah yang perlu diorganisasi, lingkungan ini diatur dan diawasi agar kegiatan-kegiatan belajar terarah kepada tujuan-tujuan pendidikan.
Pengawasan terhadap belajar lingkungan itu turut menentukan sejauh mana lingkungan tersebut menjadi lingkungan belajar yang baik. Lingkungan yang baik adalah yang bersifat menantang dan merangsang siswa untuk belajar, memberikan rasa aman dan kepuasan dalam mencapai tujuan.                     
Peran guru pada pada kegiatan belajar siswa sangat menentukan prestasi siswa, manajemen kelas menekankan begitu pentingnya manajemen kelas khususnya dalam menciptakan suasana pembelajaran yang menarik. Itu karena secara prinsip, guru memegang dua tugas sekaligus masalah pokok, yakni pengajaran dan manajemen kelas. Tugas sekaligus masalah pertama, yakni pengajaran, dimaksudkan segala usaha membantu siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Sebaliknya, masalah manajemen kelas berkaitan dengan usaha untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi sedemikian rupa sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif dan efisien demi tercapainya tujuan pembelajaran.[25]
Kegagalan seorang guru mencapai tujuan pembelajaran berbanding lurus dengan ketidakmampuan guru melakukan manajemen kelas. Indikator dari kegagalan itu seperti prestasi belajar siswa rendah, tidak sesuai dengan standar atau batas ukuran yang ditentukan. Oleh karena itu, manajemen kelas merupakan kompetensi guru yang sangat penting dikuasai dalam rangka proses pembelajaran.
Guru harus dapat menyampaikan pelajaran dengan baik untuk mencapai tujuan belajar sehingga siswa memahami materi yang disampaikan oleh gurunya. Mengajar juga bukan berarti hanya memberi contoh tapi juga menjadi contoh bagi siswa-siswanya. Guru dapat menjadi teladan bagi siswanya baik di dalam maupun di luar sekolah. Guru yang berperilaku baik akan lebih disegani oleh anak-anak didiknya, perkataannya akan lebih didengar dibandingkan dengan guru yang perilakunya buruk.
Guru hendaknya memahami suasana kelas di mana dia mengajar. Dia harus tahu kapan harus memposisikan diri sebagai seorang pemimpin, kapan dia harus bersikap sebagai motivator (pemberi semangat), kapan dia hanya sebagai pengawas (supervisor) dan kapan dia harus ikut serta dalam kegiatan anak didiknya. Kadang seorang guru juga harus siap menjadi tempat curhat anak-anak didiknya (konselor) dan kemudian memberikan solusi.


[1] Ali Imron, Manajemen Peserta Didik  Berbasis Sekolah, (Jakarta; Bumi Aksara, 2011), Cet. Ke -1. h. 4

[2] Pius A. Partanto. M. Dahlan al-Barry, Kamus Ilmiah Populer  (Surabaya: Arkola, 1994).               h. 434

[3]Op.Cit, h. 5
[4] Hadari Nawawi. Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas Sebagai Lembaga Pendidikan  (Jakarta: Gunung Agung, 1982), h. 116

[5] Ali Imron, Op.Cit, h. 43
[6] Hadari Nawawi, Op.Cit, h. 115

[7] Sudarwan Danim, Yunan Danim, Administrasi Sekolah dan Manajemen Kelas (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2013), Cet. Ke-II. h. 98

[8] Cece Wijaya, A. Tabrani Rusyan, Kemampuan Dasar Guru Dalam Proses Belajar Mengajar  (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), h. 113
[9] Ibid.

[10] Ibid. h. 114
[11] Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar (Cet. III; Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), h. 178

[12] Suharsini Arikunto, Pengelolaan kelas dan Siswa (Cet. II; Jakarta: CV. Rajawali, 1988), h. 68
[13] Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar,(Jakarta, Rineka Cipta, 2006) Ed. Revisi. h . 184
[14] Ibid, h.185
[15] Sudarwan Danim, Yunan Danim. Op.Cit. 126

[16] Ibid. h.127

[17] Anita Lie.  Cooperative Learning (Memperaktikan Cooperatif Learning di Ruang-ruang Kelas). (Jakarta: PT Grasindo, 2007). h. 52
[18] Udin S. Winataputra. Strategi Belajar mengajar. (Jakarta: Universitas Terbuka Departemen Pendidikan Nasional, 2003), h. 21

[19] Udin S. Winataputra.Op. Cit. h. 22
[20] Djamarah, Op.Cit, h. 179
[21] Sudarwan Danim.Op Cit,h. 103
[22] Syaiful Bahri Djamarah,  Aswan Zain, Op. cit., h. 179-181
[23] Sudarwan Danim, Yunan Danim., Op.cit. h.104
[24] Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar (Cet. III; Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), h. 184
[25] Robiatul Fazriah, Peran Guru dalam Pengelolaan Kelas, (online), (http://robiatulfazriah.blogspot.com), diakses  tanggal  26 Mei 2014.

Tidak ada komentar: